Informasi Seputar Dunia Pendakian & Tempat Wisata

Friday, 12 June 2020

MEMPERKIRAKAN NEW NORMAL DI DUNIA PENDAKIAN


MEMPERKIRAKAN NEW NORMAL  DI DUNIA PENDAKIAN

Bernard T. Wahyu Wiryanta – Wildlife Photo Journalist & Outdoor Activist
SARS-CoV-2 nama resmi virus Corona yang menyebabkan Corona Viruses Disease (COVID-19) atau wabah virus Corona yang mulai merebak di akhir tahun 2019 membawa banyak perubahan di dunia. Beberapa negara yang sudah mulai pulih dari COVID-19 mulai menerapkan “New Normal” yang merubah tata kehidupan kita dalam besosialisasi di semua segi kehidupan. Salah satu yang yang juga akan menerapkan “New Normal” adalah dunia pendakian gunung.


Sebelum ramai kegiatan luar ruang di era teknologi baru, setelah milenium (tahun 2000an), saya terbiasa mendaki gunung secara individu. Bukan “Solo Climbing”, karena ditengah perjalanan pasti bertemu dengan pendaki lain, walau tidak banyak. Tapi jumlah pendaki gunung yang saya temui masih bisa dihitung dengan jari tangan, tidak lebih dari semua jari di tangan dan kaki saya. Perlengkapan saya sederhana saja dan semua bisa masuk dalam ranse tempur milik TNI. Biasanya saya isi dengan pisau rimba, baju ganti satu stel, sarung, jacket, plastik bening lebar, makanan mateng, jerigen air, panci kecil dan korek api serta garam dan gula merah. Itu saja, simpel.

Setelah milenium yang dimulai sejak tahun 2000, lonjakan teknologi berkembang sangat pesat. Generasi saya beruntung masih mampu mengikuti perkembangan yang ada, tapi generasi orang tua dan kakek saya banyak yang kemudian gagap teknologi. Tidak mampu mengikuti perkembangan teknologi yang ada. Zaman berubah. Dulu kami besilahturahmi bisa setahun sekali dengan kartu pos, mengirim uang dengan wesel pos, membaca dan mendengar berita di Jakarta atau luar negeri bisa delay beberapa hari atau beberapa minggu. Mengirim pesan penting yang harus segera disampaikan masih menggunakan telegram. Kode dengan kentongan yang dipukul dengan beberapa kode merupakan salah satu “broadcast message” di kampung waktu itu.


Namun zaman berubah, setelah tahun 2000 dunia tanpa gembar-gembor menerapkan “New Normal” Kami bisa berbicara dan mengirim surat hanya hitungan detik dengan telpon genggam. Berita dari pelosok dunia bisa kita baca hanya dalam hitungan detik setelah kejadian. Semua sekarang bisa memberitakan apapun kemanapun dan kapan saja. Jarak dan waktu sudah tidak menjadi penghalang lagi. Begitu juga dengan kegiatan pendakian gunung.

Setelah tahun 2000 semua orang bisa mengakses semua informasi semua gunung di dunia. Teknologi pendakian gunung pun berkembang pesat. Saya sudah tidak lagi memakai ransel tempur, plastik lembaran dan sarung serta sandal “Swallow” lagi ketika mengunjungi hutan dan gunung. Saya harus membeli ransel besar minimal kapasitas 65 liter, membawa sleeping bag tebal, sepatu treking yang menutup mata kaki, gaiter, Trangia Cooking Set, bahan bakar, jacket anti badai, tenda dengan rangka alumunium, kompas, GPS, dan sebagreg perlengkapan yang membatasi gerak di hutan dan gunung. Tapi ini semua terpaksa saya lakukan demi keselamtan. Perlengkapan baru pendakian gunung ini juga wajib dibawa buat para wisatawan gunung, para pengunjung gunung dadakan di era jejaring sosial yang belum mendapat pendidikan dan latihan dasar mountaineering. Para wisatawan gunung ini juga biasa memanfaatkan jasa travel agent yang mampu mengelola perjalanan mereka. Awal-awal saya mengadopsi “New Normal” dunia pendakian gunung ini tentu saja merasa risih dan aneh. Saya kadang naik Sindoro-Sumbing-Prau sekali jalan, hanya membawa tas kecil saja berisi makanan dan minuman, mungkin sama seperti ABG sekarang kalau mau maen ke mall. Tapi lama-lama, kerisihan dan keanehan membawa seabreg peralatan baru pendakian gunung ini jadi menjadi kebiasaan. Tidak ada masalah dengan “New Normal” ini, karena normalnya mendaki gunung ya seperti ini.

Di akhir masa-masa COVID-19, setelah kepanikan dunia agak mereda, muncul beberapa wacana “New Normal” di dunia, di semua sektor, tidak termasuk dunia pendakian gunung. Para pemangku kepentingan sedang merumuskan bagaimana “New Normal” di kegiatan luar ruang. Namun dari beberapa diskusi dengan para pemandu gunung, pengelola pintu pendakian dan para petugas di kawasan Taman Nasional yang mengelola kawasan gunung, akan ada beberapa yang berubah di kegiatan pendakian gunung.

Salah satu wacanya adalah kegiatan wisata luar ruang peroangan akan segera diizinkan, termasuk pendakian gunung. Keputusan yang membuat bingung ini tentu saja menimbulkan banyak pertanyaan di berbagai kalangan. Paling banyak pertanyaan tentu saja dari para pendaki gunung, mengingat salah satu aturan baku mendaki gunung adalah dilakukan minimal oleh 3 orang. Lalu bagaimana tekis perizinan termasuk mengurus SIMAKSI mengingat SIMAKSI untuk mendaki gunung di kawasan konservasi pun mensyaratkan minimal 3 orang?


Tentu saja, kita masih bisa melakukan pendakian gunung secara berombongan, termasuk mengurus perizinan dan SIMAKSI. Hanya polanya yang akan berubah. Perkiraan pola pendakian di “New Normal” adalah berangkat bersama, mengurus izin bersama, hanya saja selama perjalanan tetap melakukan sosial distancing. Masing-masing pendaki juga harus membawa peralatan pendakian peorangan dari tenda, sleeping bag, peralatan makan dan minum, termasuk peralatan memasak, juga perlengkapan lain secara individu. Ini tentu saja mengadopsi dari Protokol COVID-19. Pendakian di era “New Normal” tenda dan alat masak adalah perlengkapan individu. Tapi masalah tenda perorangan ini saya tidak masalah, karena saya memang terbiasa menempati tenda saya sendirian bersama dengan semua perlengkapan fotografi saya. Porter dan tim saya yang lain biasanya berada di tenda lain.

Hal ini tentu saja juga akan berlaku di pengelola pendakian gunung, pembatasan pengunjung harus diterapkan. Daya dukung gunung terhadap pendaki harus dihitung ulang, berapa kapasitas tenda di tiap pos atau camping ground, berapa luas puncak, berapa kuota harian pendukung dan sebagainya, ini harus dihitung ulang dan ditetapkan kuotanya dan harus segera diterapkan.
Menyikapi “New Normal” di dunia pendakian gunung ini, maka kedepan sistem yang paling pas diterapkan adalah “Ultralight Hiking”. Ultralight Hiking atau trekking itu adalah suatu cara atau tehnik melakukan perjalanan ke alam bebas dengan membawa peralatan dan perbekalan yang ringan dan tanpa meninggalkan prinsip-prinsip keamanan dan kenyamanan kita selama berada di alam bebas. Melihat beban ransel pendakian normal sebelum COVID-19, dan membawa perlengkapan individu “Ultralight Hiking” tidak akan jauh berbeda, bahkan akan lebih ringan. Hanya saja harga gear Ultralight Hiking biasanya lebih tinggi dibanding peralatan pendakian konvesional. Tapi dengan membawa semua perlengkapan individual lengkap dalam satu ransel ini, secara teknis justru menguntungkan dan meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan.
New Normal” pendakian gunung ini seharusnya juga disikapi oleh dunia usaha di sektor kegiatan luar ruang seperti Consina, Avtech, Eiger, dan Cosmeed sebagai peluang baru untuk menciptakan gear baru yang bisa dipakai pendaki secara individu. Syaratnya awet, ringan, ringkas, dan terjangkau harganya. Selain sebagai sebuah peluang usaha, meciptakan alat pendakian perorangan ini juga sebagai sebuah dukungan untuk para konsumennya dalam menghadapi “New Normal” pendakian gunung.
Selamat Datang di di era baru dunia pendakian gunung. Selamat bertemu kembali di hutan dan gunung dalam perubahan. Salam Wildlife.

Penulis by : Bernard T. Wahyu Wiryanta – Wildlife Photo Journalist & Outdoor Activist
foto by : Bernard T. Wahyu Wiryanta


ATURAN BARU DUNIA PENDAKIAN PASCA PANDEMI. APA KALIAN SIAP DENGAN PERATURAN INI ?
Share:

Thursday, 11 June 2020

MASIH MISTERI !! 9 NYAWA PENDAKI HILANG DALAM 1 MALAM DI GUNUNG OTORTEN

MASIH MISTERI !! 9 NYAWA PENDAKI HILANG DALAM 1 MALAM DI GUNUNG OTORTEN.

Misteri ini sebenarnya sudah lama terjadi tepatnya pada tanggal 27 januari 1959 silam, hingga saat ini kejadian tersebut  tetap menjadi sebuah misteri yang tak terpecahkan , hingga banyak spekulasi tentang misteri kematian 9 pendaki tersebut bahkan teori konspirasipun bermunculan untuk menanggapi kejadian tersebut, adapun benar atau tidaknya dengan semua teori-teori tersebut tidak di ketahui secara pasti,dan hanya menambah tanda Tanya besar bagi semua orang.
Cerita ini bermuala ketika sekelompok  pendaki yang ber anggotakan 10 orang dan merupakan mahasiswa dari sebuah universitas di INSTITUTE POLITEKNIK URALS yang berbasis di SVERDLOVSK    atau yang saat ini di kenal dengan nama Yekaterinburg  sedang mempersiapkan perjalanan ke pegunungan URALS. Tepat nya pada tanggal 27 Januari 1959 silam. Kelompok pendaki tersebut saat itu di pimpin oleh Igor Dyatlov ,saat itu mereka berencana menaklukan Gunung Otorten yang merupakan bagian dari Ural utara.
Dalam bahasa etnis minoritas MANSI yang merupakan penghuni daerah tersebut, Otorten berarti “ jangan pergi ke sana” . Namun, nama sekaligus peringatan dari gunung itu tidak membuat dyatlov dan rekan-rekannya yang memang sedang mencari tantangan lantas mundur.
Selama perjalanan dari kota IVDEK ke  VIZHAI , yang merupakan sebuah desa kecil di pinggiran alam liat di dekat otorten , kelompok itu sempat mendengar berbagai cerita-cerita seram mengenai pemburu dari etnis mansi yang di bunuh saat melewati guung tersebut. Karena berbagai insiden tersebut otorten di sebut sebagai “ GUNUNG KEMATIAN” .

Di lansir di laman VINTAGE NEWS, kamis (21/09/2017). Kisah tragis ini bermula ketika salah seorang pendaki yang bernama yudi yudin menderita disentri dan tidak memungkinkan untuk ikut melanjutkan perjalanan bersama teman-temannya dan harus tinggal di vinzhai.sementara itu rombongan yang lain memilih untuk tetap melanjutkan pendakian ke Gn. Otorten, dengan jumlah rombongan yang sudah berkurang 1 orang akibat yudi yudin tidak bisa ikut melanjutkan perjalanan , alhasil jumlah mereka pun saat itu menjadi 9 orang, usut punya usut ternyata jumlah tersebut sama persis jumlah nya dengan sebuah tragedy yang sudah lama terjadi di gunung tersebut ketika 9 orang pemburu tewas di gunung tersebut dan menjadi cerita yang sangat melagenda di etnis mansi , kebetulan atau tidak tetapi memang itu yang terjadi hingga cerita tersebut  menjadi semakin terdengar mengerikan .
Akan tetapi saat itu , dyatlov dan rekan rekannya  menganggap cerita tersebut  sebagai tahayul semata dan tetap pada rencana mereka semula yaitu tetap  melanjutkan pendakian menuju puncak otorten.
Pada tanggal 1 februari 1959 ,terjadi sebuah badai salju yang membuat para pendaki terjebak di otorten dan memaksa mereka untuk mendirikan kemah dan menunda perjalanan expedisi mereka ke puncak, akan tetapi malam itu terjadi sebuah kejadian aneh yang menjadi salah satu misteri yang tak terpecahkan dari masa soviet terjadi.
Saat itu para pendaki di perkirakan akan kembali pada tanggal 12 februari, dan memastikan ke Klub olah raga mereka bahwa mereka aman, Namun karena cuaca yang terjadi saat itu sangat buruk, semua orang mengira mereka akan mengalami sedikit perubahan jadwal sehingga akan terjadinya keterlambatan jadwal,dan tidak menimbulkan ke khawatiran,Beberapa hari kemudian,salah seorang pendaki yang merupakan salah satu rombongan tersebut yakni Yuri Yudin yang terpaksa tinggal di desa karena sakit mulai merasa khawatir dengan rekan-rekannya tersebut,karena tidak juga kunjung tiba di desa, Barulah pada tanggal 20 februari keluarga para mahasiswa tersebut bertanya kepada pihak berwajib dan meminta untuk melakukan upaya pencarian terhadap rombongan pendaki tersebut.
Pada mulanya institut politeknik urals yang merupakan kampus asal para mahasiswa tersebut mengirimkan tim sukarelawan untuk melakukan pencarian terhadap kolega mereka yang hilang. Setelah upaya tersebut di lakukan akan tetapi tidak membuahkan hasil ,ke sembilan pendaki tersebut masih belum bisa di temukan, Kemudian pencarian tersebut pun di tingkatkan  hingga melibatkan pihak militer dan kepolisian , Helikopter pesawat ringan juga saat itu dikerahkan untuk membantu proses pencarian, saat itu tim pencari menyadari bahwa rombongan pendaki yang di pimpin oleh dyatliv tersebut telah keluar jalur yang biasa di lalui transportasi normal.
Hingga sepekan berlalu  upaya pencarian berjalan, pada tanggal 26 februari, tim pencari akhirnya menemukan kemah para pendaki tersebut dalan ke adaan kosong. Adanya potongan di bagian belakang tenda yang di buat dari dalam untuk keluar menunjukan bahwa kemah tersebut di tinggalkan dalam ke adaan terburu-buru. Semua perlengkapan penting mulai dari peralatan SKY.LOGISTIK hingga PAKAIAN HANGAT  masih berada di dalam tenda dan setengahnya terkubur dalam salju pada saat di temukan. Melihat keadaan tersebut ,tim pencari bersiap untuk skenario terburuk.
Jejak kaki dari delapan sampai sembilan orang yang di temukan pada saat itu di dekat kemah , menunjukan bahwa para pendaki keluar melarikan diri dari kemah ,sebagian besar dari mereka tidak mengenakan alas kaki atau hanya memakai kaos kaki saja. Jejak itu terlacak kira-kira sejauh 500 meter dari kemah dan dengan keadaan cuaca ural saat itu sedang ganas, tim pencari menduga para pendaki akan menderita hipotermia.
Entah selang berapa lama tim pencari akhirnya menemukan 2 jasad dari rombongan pendaki tersebut di dekat pinggiran hutan,jasad keduanya hanya mengenakan pakaian dalam . mereka sempat membuat perapian untuk membantu mengahangatkan tubuh mereka namun usaha itu ternyata tidak berhasil menyelamatkan nyawa mereka.
Sedangkan 3 jasad lainya termasuk juga jasad dyatlov ,seorang pria dan seorang perempuan kemudian di temukan di antara lokasi penemuan dua jasad sebelumnya .
Mereka nampaknya  berusaha kembali ke kemah setelah  mengira bahwa bahaya yang membuat mereka tunggang langgang lari meninggalkan tenda  telah berlalu, tetapi disimpulkan bahwa kelima jasad yang di temukan meninggal akibat kedinginan atau hipotermia.
Apa yang sebenarnya membuat semua orang kebingungan dan bertanya-tanya adalah bagaimana kelompok pendaki tersebut  yang relatif berpengalaman dalam dunia pendakian bisa meninggal karena hipotermia dan apa sebab mereka lari meninggalkan tenda dengan terburu-buru, ? lalu bagai mana dengan ke empat pendaki yang masih belum di temukan?
Dua bulan kemudia ,pada bulan mei 1959 ,setelah salju mulai meleleh ,jasad ke empat pendaki terakhir yang belum di temukan tersebut bisa di temukan ,ke empat jasad tersebut terdiri dari tiga pria dan seorang perempuan, Berbeda dari ke lima rekannya ,mereka mengalami luka fisik yang parah yang di duga sebagai penyebab kematian. Mereka juga berpakaian lengkap di banding dengan ke lima jasad yang sudah di temukan sebelumnya, sehingga disimpulkan mereka sedang berada di luar tenda pada saat kejadian.
Otopsi yang dilakukan menunjukan adanya jejak radiasi pada beberapa ppakaian yang di kenakan korban, tingkat radiasi dua kali tingkat normal, tetapi pihak berwenang menolak memberikan komentas atas penemuan ini.
Terlepas dari semua pertanyaan yang masih belum terjawab hingga kini, penyelidikan di tutup pada bulan mei 1959, “ sebuah kekuatan spontan yang tidak dapat di atasi oleh para pendaki “  menjadi kesimpulan resmi yang di ambil terkait insiden yang terjadi ti otorten tersebut. Selama tiga tahun setelah  insiden tersebut, wialayah Gunung Oterten tersebut terlarang untuk di lewati  dan kasus Dyatlov  di beri label rahasia oleh pemerinta.
Sekitar 34 tahun setelah kejadian tersebut, pada tahun 1993 kasus di terusan dyatlov di tinjau kembali saat sebuah teori mengenai adanya longsoran salju mengemuka ,berbagai teori konspirasi mulai dari supranatural sampai uji coba militer juga di kemukakan untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada malam itu, Melihat adanya label rahasia dari pemerintah, penemuan radioaktif pada pakaian korban dan kematian para pendaki yang secara misterius ,tidak heran teori0teori semacam itu bermunculan
 “ INSIDEN DI TERUSAN DYATLOV MENJADI INSPIRASI DAN MEMUNCULKAN BERBAGAI BUKU,FILM, DOKUMENTER, VIDEO GAME DAN BERBAGAI KARYA LAINYA TERKAIT KEJADIAN ERSEBUT,MESKI BANYAK TEORI YANG BERUSAHA MENJELASKAN APA YANG TERJADI PADA DYATLOV DAN DELAPAN PENDAKI LAINYA,SAMPAI SAAT INI MASIH BELUM CUKUP BUKTI UNTUK MENDUKUNG PENJELASAN PENJELASAN TERSEBUT”
Sumber : news.okezone.com
ATURAN BARU DUNIA PENDAKIAN PASCA PANDEMI. APA KALIAN SIAP DENGAN PERATURAN INI ?
Share:

Sunday, 24 May 2020

ATURAN BARU DUNIA PENDAKIAN PASCA PANDEMI. APA KALIAN SIAP DENGAN PERATURAN INI ?

ATURAN BARU DUNIA PENDAKIAN PASCA PANDEMI. APA KALIAN SIAP DENGAN PERATURAN INI ?
Saat ini kita semua tahu bahwa ibu pertiwi sedang dirundung pilu. Yups betul tidak lain karena adanya pandemi Virus Corona atau Covid-19.sudah hamper lebih 3 bulan berlalu dan hingga saat ini ke adaan belum membaik sehingga munculah peraturan-peraturan baru di masyarakat yang di keluarkan secara resmi oleh pemerintah salah satunya PSBB ( Pembatasan Sosial Bersekala Besar) yang mengharuskan orang-orang mengurangi kegiatan di luar rumah dan di haruskan tetap berada di rumah,meskipun peraturan ini tidak merata di setiap daerah,ada yang benar-benar ketat ada pula yang cenderung biasa saja tergantung status zona setiap daerah, dengan adanya PSBB ini maka orang-orang sudah banyak yang menghabiskan waktu di rumah saja. Al hasil dengan begitu lama kelamaan masyarakat akan merasa jenuh dengan situasi tersebut.

Beberapa kalangan mungkin sudah mempunyai planning sendiri,ketika nanti keadaan membaik mungkin mereka akan pergi melancong ke luar daerah untuk berlibur baik sendiri maupun berkelompok, begitu juga mungkin dengan teman-teman yang memiliki hobi naik gunung tentunya sudah memiliki planning sendiri nanti akan pergi mendaki kemana.?


Namun rupanya akibat dari covid-19 ini akan sedikit merubah ritme suasana pendakian nantinya,yang cenderung lebih ke peraturannya saja. Yups betul setelah corona selesai mungkin teman-teman akan menghadapi peraturan baru jika ingin mendaki gunung kembali,bukan tanpa alasan,peraturan tersebut di buat untuk menjaga agar tidak terjadi penyebaran virus corona pada para pendaki gunung

Di lansir dari holamigo.id Rahman Mukhlis,selaku sekertaris jendral asosiasi Pemandu Gunung Indonesia ( APGI) Mengungkapkan bahwa pihaknya  tengah mempersiapkan prosedur keselamatan baru yang lebih ketat bagi mereka yang ingin naik gunung setelah  pandemi berakhir.
Aturan ini rencananya akan di keluarkan pada bulan juli nanti. Namun Rahman mengungkapkan beberapa hal yang tercakup dalam aturan mendaki gunung setelah pandemi,yaitu
   1.    Setiap pendaki harus membawa keterangan bebas Covid-19
         2.    Pendaki di wajibkan memakai masker dan membawa hand sanitizer 
         3.    Sebelum mendaki gunung, para pendaki akan di periksa suhu tubuhnya terlebih dahulu
         4.    Mereka juga akan di wawancara mengenai kemungkinan interaksi dengan pasien positif atau PDP Corona.

Bagi para pendaki yang nantinya tidak lolos screening ini tidak akan di perbolehkan untuk melanjutkan perjalanan naik gunung. Jika memungkinkan ,di lokasi wisata gunung juga akan di sediakan tes deteksi cepat virus corona yang akan mengkonfirmasi kondisi kesehatan pendaki.
Hari ini untuk mencegah para pendaki yang datang dengan membawa surat keterangan palsu. Langkah ini juga di tempuh APGI bekerja sama dengan pihak pemerintah. Aturan naik gunung yang lebih ketat pasca pandemic ini di harapkan dapat memberikan rasa tenang bagi para pendaki gunung,dan juga para wisatawan pun dapat menikmati suasana alam tanpa merasa khawatir dengan penyebaran Virus Corona di lokasi wisata.
Baca juga
Share:

UNIK DI LAPORKAN HILANG.TURIS INI MALAH IKUT MENCARI DIRINYA SENDIRI

UNIK DI LAPORKAN HILANG.TURIS INI MALAH IKUT MENCARI DIRINYA SENDIRI.
Sebuah kejadian unik yang mungkin akan terdengar lucu untuk sebagian orang dan juga merasa kesal untuk mereka yang sedang berusaha saat itu.Kejadian tersebut yaitu tentang seorang turis yang sedang berwisata di salah satu daerah di Islandian tepatnya di daerah Reykjavik ikut serta dalam pencarian seorang turis padahal yang di carinya adalah dirinya sendiri.

Kejadian tersebut terjadi pada tahun 2012 silam. Mari simak cerita singkatnya berikut ini. Cerita ini bermula akibat dari sebuah kesalah pahaman,. Saat itu si wanita tersebut yang entah siapa namanya sedang berwisata di daerah Reykjvik , Islandia. Saat itu pula dia sedang dalam perjalanan dengan menggunakan angkutan umum bus.

Di tengah perjalan di sebuah tempat perhentian ia memutuskan untuk turun sejenak, ketika ia turun dari bus hendak pergi ke toilet untuk mandi , setelah selesai ia pun bergegas kembali naik bus yang tadi, disinilah awal mulanya kejadan tersebut. Karena si wanita tersebut kembali dengan pakaian yang berbeda dan berhasil membuat si penumpang di dalam bus tersebut tidak mengenali dirinya yang sedari tadi menumpangi bus tersebut karena dia menggunakan pakaian yang berbeda dari sebelumnya, Lalu singkat cerita setelah itu tak lama kemudian munculah sebuah berita tentang informasi orang hilang,setelah ada laporkan dari salah satu penumpang bus kepada pihak kepolisian dengan ciri-ciri yang di gambarkan sebagai seorang wanita asia dengan tinggi 160 cm, mengenakan pakaian gelap dan dapat berbicara bahasa inggris dengan baik , seperti yang di lansir pada harian The Grapevine.

Tidak lama setelah itu Akhirnya pihak kepolisian melakukan pencarian di akhir pekan dimana saat pelaporan tersebut di ajukan,setelah semua data terkumpul lengkap , kemudian beredar lah sebuah deskripsi si wanita tersebut, dan saat itu si wanita tersebut tidak mengenali dirinya sendiri yang di deskripsikan itu,dan justru ia sendiri malah ikut sibuk membantu pencarian bersama turis lainnya. Lalu singkat cerita yang Entah berapa lama , si wanita tersebut akhirnya menyadari bahwa turis yang sedang di cari selama itu adalah dirinya sendiri ,lalu ia segera melaporkan bahwa kondisinya baik-baik saja.
sumber https://sebagaiinfo.blogspot.com/
Share:

Copyright © Kata Para Pejalan |