Informasi Seputar Dunia Pendakian & Tempat Wisata

Friday, 12 June 2020

MEMPERKIRAKAN NEW NORMAL DI DUNIA PENDAKIAN


MEMPERKIRAKAN NEW NORMAL  DI DUNIA PENDAKIAN

Bernard T. Wahyu Wiryanta – Wildlife Photo Journalist & Outdoor Activist
SARS-CoV-2 nama resmi virus Corona yang menyebabkan Corona Viruses Disease (COVID-19) atau wabah virus Corona yang mulai merebak di akhir tahun 2019 membawa banyak perubahan di dunia. Beberapa negara yang sudah mulai pulih dari COVID-19 mulai menerapkan “New Normal” yang merubah tata kehidupan kita dalam besosialisasi di semua segi kehidupan. Salah satu yang yang juga akan menerapkan “New Normal” adalah dunia pendakian gunung.


Sebelum ramai kegiatan luar ruang di era teknologi baru, setelah milenium (tahun 2000an), saya terbiasa mendaki gunung secara individu. Bukan “Solo Climbing”, karena ditengah perjalanan pasti bertemu dengan pendaki lain, walau tidak banyak. Tapi jumlah pendaki gunung yang saya temui masih bisa dihitung dengan jari tangan, tidak lebih dari semua jari di tangan dan kaki saya. Perlengkapan saya sederhana saja dan semua bisa masuk dalam ranse tempur milik TNI. Biasanya saya isi dengan pisau rimba, baju ganti satu stel, sarung, jacket, plastik bening lebar, makanan mateng, jerigen air, panci kecil dan korek api serta garam dan gula merah. Itu saja, simpel.

Setelah milenium yang dimulai sejak tahun 2000, lonjakan teknologi berkembang sangat pesat. Generasi saya beruntung masih mampu mengikuti perkembangan yang ada, tapi generasi orang tua dan kakek saya banyak yang kemudian gagap teknologi. Tidak mampu mengikuti perkembangan teknologi yang ada. Zaman berubah. Dulu kami besilahturahmi bisa setahun sekali dengan kartu pos, mengirim uang dengan wesel pos, membaca dan mendengar berita di Jakarta atau luar negeri bisa delay beberapa hari atau beberapa minggu. Mengirim pesan penting yang harus segera disampaikan masih menggunakan telegram. Kode dengan kentongan yang dipukul dengan beberapa kode merupakan salah satu “broadcast message” di kampung waktu itu.


Namun zaman berubah, setelah tahun 2000 dunia tanpa gembar-gembor menerapkan “New Normal” Kami bisa berbicara dan mengirim surat hanya hitungan detik dengan telpon genggam. Berita dari pelosok dunia bisa kita baca hanya dalam hitungan detik setelah kejadian. Semua sekarang bisa memberitakan apapun kemanapun dan kapan saja. Jarak dan waktu sudah tidak menjadi penghalang lagi. Begitu juga dengan kegiatan pendakian gunung.

Setelah tahun 2000 semua orang bisa mengakses semua informasi semua gunung di dunia. Teknologi pendakian gunung pun berkembang pesat. Saya sudah tidak lagi memakai ransel tempur, plastik lembaran dan sarung serta sandal “Swallow” lagi ketika mengunjungi hutan dan gunung. Saya harus membeli ransel besar minimal kapasitas 65 liter, membawa sleeping bag tebal, sepatu treking yang menutup mata kaki, gaiter, Trangia Cooking Set, bahan bakar, jacket anti badai, tenda dengan rangka alumunium, kompas, GPS, dan sebagreg perlengkapan yang membatasi gerak di hutan dan gunung. Tapi ini semua terpaksa saya lakukan demi keselamtan. Perlengkapan baru pendakian gunung ini juga wajib dibawa buat para wisatawan gunung, para pengunjung gunung dadakan di era jejaring sosial yang belum mendapat pendidikan dan latihan dasar mountaineering. Para wisatawan gunung ini juga biasa memanfaatkan jasa travel agent yang mampu mengelola perjalanan mereka. Awal-awal saya mengadopsi “New Normal” dunia pendakian gunung ini tentu saja merasa risih dan aneh. Saya kadang naik Sindoro-Sumbing-Prau sekali jalan, hanya membawa tas kecil saja berisi makanan dan minuman, mungkin sama seperti ABG sekarang kalau mau maen ke mall. Tapi lama-lama, kerisihan dan keanehan membawa seabreg peralatan baru pendakian gunung ini jadi menjadi kebiasaan. Tidak ada masalah dengan “New Normal” ini, karena normalnya mendaki gunung ya seperti ini.

Di akhir masa-masa COVID-19, setelah kepanikan dunia agak mereda, muncul beberapa wacana “New Normal” di dunia, di semua sektor, tidak termasuk dunia pendakian gunung. Para pemangku kepentingan sedang merumuskan bagaimana “New Normal” di kegiatan luar ruang. Namun dari beberapa diskusi dengan para pemandu gunung, pengelola pintu pendakian dan para petugas di kawasan Taman Nasional yang mengelola kawasan gunung, akan ada beberapa yang berubah di kegiatan pendakian gunung.

Salah satu wacanya adalah kegiatan wisata luar ruang peroangan akan segera diizinkan, termasuk pendakian gunung. Keputusan yang membuat bingung ini tentu saja menimbulkan banyak pertanyaan di berbagai kalangan. Paling banyak pertanyaan tentu saja dari para pendaki gunung, mengingat salah satu aturan baku mendaki gunung adalah dilakukan minimal oleh 3 orang. Lalu bagaimana tekis perizinan termasuk mengurus SIMAKSI mengingat SIMAKSI untuk mendaki gunung di kawasan konservasi pun mensyaratkan minimal 3 orang?


Tentu saja, kita masih bisa melakukan pendakian gunung secara berombongan, termasuk mengurus perizinan dan SIMAKSI. Hanya polanya yang akan berubah. Perkiraan pola pendakian di “New Normal” adalah berangkat bersama, mengurus izin bersama, hanya saja selama perjalanan tetap melakukan sosial distancing. Masing-masing pendaki juga harus membawa peralatan pendakian peorangan dari tenda, sleeping bag, peralatan makan dan minum, termasuk peralatan memasak, juga perlengkapan lain secara individu. Ini tentu saja mengadopsi dari Protokol COVID-19. Pendakian di era “New Normal” tenda dan alat masak adalah perlengkapan individu. Tapi masalah tenda perorangan ini saya tidak masalah, karena saya memang terbiasa menempati tenda saya sendirian bersama dengan semua perlengkapan fotografi saya. Porter dan tim saya yang lain biasanya berada di tenda lain.

Hal ini tentu saja juga akan berlaku di pengelola pendakian gunung, pembatasan pengunjung harus diterapkan. Daya dukung gunung terhadap pendaki harus dihitung ulang, berapa kapasitas tenda di tiap pos atau camping ground, berapa luas puncak, berapa kuota harian pendukung dan sebagainya, ini harus dihitung ulang dan ditetapkan kuotanya dan harus segera diterapkan.
Menyikapi “New Normal” di dunia pendakian gunung ini, maka kedepan sistem yang paling pas diterapkan adalah “Ultralight Hiking”. Ultralight Hiking atau trekking itu adalah suatu cara atau tehnik melakukan perjalanan ke alam bebas dengan membawa peralatan dan perbekalan yang ringan dan tanpa meninggalkan prinsip-prinsip keamanan dan kenyamanan kita selama berada di alam bebas. Melihat beban ransel pendakian normal sebelum COVID-19, dan membawa perlengkapan individu “Ultralight Hiking” tidak akan jauh berbeda, bahkan akan lebih ringan. Hanya saja harga gear Ultralight Hiking biasanya lebih tinggi dibanding peralatan pendakian konvesional. Tapi dengan membawa semua perlengkapan individual lengkap dalam satu ransel ini, secara teknis justru menguntungkan dan meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan.
New Normal” pendakian gunung ini seharusnya juga disikapi oleh dunia usaha di sektor kegiatan luar ruang seperti Consina, Avtech, Eiger, dan Cosmeed sebagai peluang baru untuk menciptakan gear baru yang bisa dipakai pendaki secara individu. Syaratnya awet, ringan, ringkas, dan terjangkau harganya. Selain sebagai sebuah peluang usaha, meciptakan alat pendakian perorangan ini juga sebagai sebuah dukungan untuk para konsumennya dalam menghadapi “New Normal” pendakian gunung.
Selamat Datang di di era baru dunia pendakian gunung. Selamat bertemu kembali di hutan dan gunung dalam perubahan. Salam Wildlife.

Penulis by : Bernard T. Wahyu Wiryanta – Wildlife Photo Journalist & Outdoor Activist
foto by : Bernard T. Wahyu Wiryanta


ATURAN BARU DUNIA PENDAKIAN PASCA PANDEMI. APA KALIAN SIAP DENGAN PERATURAN INI ?
Share:
Location: Kota Depok, Jawa Barat, Indonesia

Komentar Facebook

0 comments:

Post a Comment

Copyright © Kata Para Pejalan |